Tuesday, February 18, 2014


SEMANGGI BERDAUN EMPAT

          “When I see your  face, There’s not a thing that I would change, I’ts cause you’re amazing, just the way you are..”
Lagu ini berulang kali terngiang di telingaku. Ya, lagu yang dibawakan oleh Bruno Mars yang berjudul “Just The Way You Are” itu adalah nada telepon hape ku. Aku sangat menyukai lagu itu. Dulu, sewaktu lagu itu baru dirilis, hampir setiap hari aku mendengarkannya.
“Hallo!”. Dengan sedikit malas aku mengangkat telepon.
“Upil, udah jam 5 pagi, katanya kamu belum ngerjain PR matematika, buruan kesini!”  Suara Rafa di pagi hari memang menyebalkan.
“Hm, iya..” kataku sembari menutup telepon.
Aku yang belum ngerjain PR, kok dia yang rewel..
Aku segera bergegas ke kamar mandi, bersiap-siap berangkat sekolah dan langsung menuju rumah Rafa. Eh iya, namaku Fara Fatia, sekarang aku kelas 2 SMA. Aku memiliki sahabat bernama Rafa, jangan berfikir Rafa itu perempuan ya, dia itu laki-laki. Aku mengenalnya hampir setengah dari hidupku, emm.. sekitar 8 tahun. Memang tidak terlalu dekat rumah kami, tapi karena Ayah Rafa kenal baik dengan Ayahku, Aku dan Rafa sudah seperti adik kakak.
Mengenai Rafa memanggilku “upil” (nama yang sangat nyaring didengar) itu karena sewaktu kami SD, Aku sangat alergi dengan debu, setiap kali masuk ke dalam pernafasanku aku jadi sangat terganggu. Jadi, dulu aku suka memencet-mencet hidungku karena sangat gatal. Rafa mengira aku suka mengupil, dan itulah sebabnya dia memanggilku begitu. Aku sudah menjelaskan berulang kali tentang kejadian itu, tapi namanya juga Rafa, bukannya berhenti tapi malah meneruskannya  sampai sekarang. Menyebalkkan.
Matematika, sudah lama dia menjadi musuhku, berulang kali aku mempelajarinya tapi tetap saja aku sangat payah. Jadi, setiap kali ada PR atau ulangan, Rafa lah satu-satunya dewaku. Rafa sangat pintar, dia selalu rangking 1 di kelas. Aku mulai mempertanyakan, bisa-bisanya dia sangat jenius padahal tidak pernah aku melihatnya membaca dengan tekun seperti temanku yang lainnya.
Aku sudah berada di depan rumah Rafa, aku mengetok-ngetok pintu rumahnya tapi sama sekali tak ada jawaban.
“Woy Raf!!”  Aku mulai jengkel dan tidak sabaran.
Terdengar seseorang berjalan mendekat dan membukakan pintu. Aku langsung mengomel tanpa melihat siapa yang membukanya.
“Lam ..a”.
“Nak Fara, Rafa nya sudah berangkat barusan.” Kata ibunya Rafa.
“Eh, iya tante, Fara permisi dulu.”
Apa? Bisa-bisanya dia berangkat duluan.. aku mengomel dalam hati.
***
“FARA! Sudah berapa kali kamu mengulangi kesalahan yang sama, KELUAR!” aku hanya bisa menunduk saat bu Hindun memarahiku. Sebenarnya dia guru yang sangat sabar, tapi karena aku yang ndableg, dia sampai mengusirku keluar kelas. PARAH.
Aku bingung mau kemana disaat jam pelajaran seperti ini. Tidak sengaja aku bertemu dengan Dio, tetangga kelasku. Kelasnya sedang ada jam kosong, jadi dia pergi berjalan-jalan dan bertemu denganku.
“Aku Dio, kamu Fara kan?” katanya, sambil tersenyum. Duh manisnya.
“Iya, kok kamu tau namaku? “ tanyaku penasaran.
“Kamu kan terkenal.. “ dia menambah senyum simpul diwajahnya. Serasa terbang saja hatiku :D.
Kami banyak mengobrol tentang ini itu, seperti sudah kenal lama. Aku berpisah dengannya karena harus mengikuti jam pelajaran selanjutnya. Aku senyum-senyum sendiri sembari memasuki kelas, tidak bertahan lama setelah Rafa mengacaukannya.
“Fa, aku pengen ngomong, tadi itu..”
“Ngomong aja sama tembok! “ kataku ketus, aku malas mendengar alasannya yang mengingatkanku dipermalukan di depan kelas tadi, aku berlalu dan meninggalkannya.
“FARA!” Rafa memanggilku, tapi aku sudah pergi meninggalkannya.
***
Sejak hari dimana aku diusir dari kelas gara-gara tidak mengerjakan PR untuk kesekian kalinya, aku jadi semakin dekat dengan Dio. Setiap malam dia selalu mengirim pesan padaku, mulai dari pesan yang penting sampai pesan yang tidak berguna sama sekali (pesan kosongan).
Dua bulan setelah itu, aku jadian dengan Dio. Entahlah, bagaimana itu bisa terjadi, aku juga tidak tahu. Semenjak itu pula Rafa mulai menjauhiku. Aku tidak mengerti, kenapa dia tidak bahagia melihatku dengan Dio. Mungkinkah dia membenciku?
Raf, makan yuk! Dio lagi repot banget, jadi gak bisa nganterin aku
Aku mengirim pesan untuk Rafa. Tapi tidak dibalas. Menyebalkan.
Apa? jadi aku ini cadangan nya Dio, aku hanya ada saat Dio gak ada, memangnya aku ini apa?
Rafa hanya mengomel dalam hati dan bergegas ke rumahku. Tapi bukannya mengantarku mencari makanan dia malah mengatakan hal aneh.
“Upil, baik-baik ya kalau aku gak ada.” Hanya mengatakan itu dan pergi. Apa dia waras?
***
Keesokan harinya dia benar-benar pergi.  Kata anak-anak dia pindah sekolah karena mengikuti ayahnya yang dinas ke luar kota.
Menurutnya aku ini apa? gak cerita apapun padaku, lalu pergi begitu saja, dasar demit..
Aku jadi sangat kesepian tanpa Rafa, maklum saja sudah hampir setengah hidupku aku habiskan bersamanya. Parahnya lagi, aku sudah malas bertemu dengan Dio. Terakhir kali aku salah menyebut namanya, aku memanggilnya Rafa. Dia sangat marah dan memutuskan hubungan denganku. Apa ini? Aku sangat kacau. Mungkin karena aku sangat merindukan Rafa.
“Sin, Rafa kenapa sih gak mau ngubungin aku lagi, dia juga gak cerita apa-apa kalau dia mau pergi.” Aku meletakkan kepalaku di meja dan wajahku jadi sangat masam. Sinta adalah teman sebangku ku sejak awal tahun.
“Fa, kamu itu polos apa gak peka sih? Semua orang disini juga tau kalo Rafa suka sama kamu, ngeliat kamu sama Dio, gimana bisa dia bertahan disini.” Kata Sinta.
Aku terlonjak kaget dan langsung berdiri. Rafa menyukaiku? Yang benar saja...
***
Tahun-tahun berlalu begitu cepat, sudah dua tahun ini aku tidak bertemu dengan Rafa, sampai sekarang aku belum mengerti kenapa aku sangat merindukannya. Benar kata orang jawa “Wit ing tresno jalaran soko kulino”. Apapun yang kamu lakukan secara terus-menerus secara tidak langsung akan menjadi sebuah kebiasaan.
Hari ini hari pertamaku masuk kuliah. Senangnya.. setelah berkutat di SMA itu selama tiga tahun akhirnya aku lulus juga. Aku berjalan sambil melihat-lihat pemandangan sekitar kampus. Mungkin ini akan menjadi rumah keduaku yang nyaman.
“UPIILL!!!”
Seseorang berteriak memanggilku dan sontak membuat semua mahasiswa beralih memandangiku.
Rafa? Setelah lama tidak bertemu, pertemuan pertama ini dia malah mempermalukanku, menyebalkan sekali. Aku bergegas menutup wajahku dari orang-orang dan segera berlari ke tempat lain.
“Apa kabar Upil?” seperti biasa dia selalu menggodaku.
“Raf? Kamu jahat banget sih.. sejak kapan?”
“Apa?”
“Kamu menyukaiku..”
Rafa terdiam sesaat dan mulai menatapku lekat-lekat menandakan dia sedang serius.
“Sejak kamu dalam kandungan, hahaha..”
Dasar demit, aku serius nanya dia malah bercanda...
Tiba-tiba saja ada daun semanggi berdaun empat terbang ke arah barat, tak sengaja aku melihatnya saat sedang mengobrol dengan Rafa. Ada rumor yang mengatakan jika seseorang melihat atau menemukan semanggi berdaun empat, semua harapan atau keinginannya akan terwujud. Tapi entahlah benar atau tidak.
“Raf! Liat, ada semanggi berdaun empat..”
Kenapa emang?”
“Menurut film yang aku tonton, kalau orang menemukan semanggi berdaun empat, semua keinginanya akan terwujud..”
“Kebanyakan nonton sinetron sih, hahaha..”
“Coba deh, buat keinginan, apa keinginan kamu?”
“Aku pengen, cita-citaku menjadi dokter terwujud, kalo kamu, Pil?”
Aku terdiam sejenak dan menghirup nafas dalam-dalam.
“Aku ingin...
“Apa?
“AKU INGIN RAFA MENYUKAIKU LAGI.” Tersungging senyum yang tulus dari bibirku. Angin bertiup kencang seakan-akan memberi jawaban akan hatiku.
TAMAT

Karya : Amaliah Nur Laili (XI-IPA 2)

Editor : Muhammadurrocky (XI-IPA 1)

0 komentar:

Post a Comment