KISAHKU
Hari ini udara begitu dingin, kuterjang
kabut pagi dengan motor kakakku. Kulewati bentangan sawah yang menghijau di
setiap pandang mataku. Dengan semangat 45, kutuju tempat
perlombaan yang ramai dengan hiruk-pikuk peserta yang ingin mengumpulkan hasil
cerpennya.
“Wah,
banyak sekali ya yang mengumpulkan cerpen!” kataku dengan kagum. Kemudian kulewati peserta
yang berada di luar
gedung.
Tiba-tiba,
bruuuk…., kertas yang berisi naskah cerpen tersiram tumpahan
susu anak kecil yang sedang bermain
kejar-kejaran, padahal cerpen tersebut belum kukumpulkan ke panitia. Kepalaku seakan mendidih,
merah padam, kumaki anak kecil tersebut dengan perkataan
kasarku.
“Dik, kalau
jalan itu dilihat. Lihat kertas
kakak basah nih..” teriakku ketus.
Lima detik setelah kumaki anak kecil
tersebut menangis kencang sambil memanggil nama ibunya. Aku langsung kabur
takut dimarahi ibunya. Tak terasa air mataku menetes perlahan, langkahku gontai. Kucari kakakku
yang menungguku di luar gerbang. Pikiranku campur aduk,
antara kecewa dan sedih. Kutemui kakakku sambil menangis tersedu-sedu
dan menceritakan semuanya. Semua yang kulakukan demi lomba cerpen,
semuanya hangus sia-sia. Semangatku padam,
digantikan sedih yang mendalam.
Sepanjang perjalanan,
aku hanya membisu menatap pemandangan indah di depanku. Kakakku
yang sedari tadi diam, mulai membuka suara.
“Sudahlah, kan masih ada lomba cerpen
yang lain.” Hibur
kakakku.
Aku hanya diam mendengarkan kakakku
sambil berlinang air mata. Tak terasa motor kakakku sudah sampai di depan
rumahku. Aku langsung masuk ke rumah, menuju kamarku
dan kubanting pintu kamarku dengan keras. Ibuku langsung menghampiriku dan
memelukku,
seakan paham akan apa yang sedang kurasaka.
Kupeluk
ibuku dengan erat sambil terisak.
“Sayang, tidak
apa-apa yang penting kamu sudah memberikan yang terbaik.”
Hibur
ibuku dengan kasih sayang.
“Tapi Bu, aku
sudah bersusah payah menyelesaikan naskah cerpen, dan apa hasilnya? Anak kecil tak tahu diri itu malah menumpahkan
susunya ke naskah cerpenku.” Kataku sambil masih terus terisak. Ibu hanya mengelus rambutku
dengan penuh kasih sayang.
1 minggu
kemudian…
“Re, kakak membawa
berita untukmu.”
Dengan
seenaknya kakakku masuk ke kamarku tanpa izin, sementara aku
masih sibuk merapikan kamarku.
“Apa?” tanyaku
antusias.
“Di sekolah
kakak akan diadakan lomba menulis cerpen untuk umum, kakak dengan senang hati
akan mendaftarkanmu.”
Raut mukaku berubah murung teringat
kejadian seminggu yang lalu.
“Tapi kalau kamu
belum siap juga nggak apa-apa,” kata kakakku seakan mengerti apa yang sedang aku
rasakan sekarang.
Tiba-tiba air mataku menetes membasahi
pipiku,
dengan segera kuhapus air mataku agar tidak ketahuan kakakku. Dengan
kutegar-tegarkan,
kusetujui tawaran kakakku.
Malam harinya kutatap layar laptop dengan
khidmat,
dengan ditemani secangkir teh hangat. Kuketik kalimat demi kalimat. Tak terasa
jam dindingku menunjukkan angka 12. Dengan puas kumatikan laptopku.
“Huaah…, akhirnya
selesai juga.”
Kataku sambil menguap. Kemudian kurebahkan badanku
di kasur.
Tak ada lima menit mataku sudah terpejam.
***
“Ini Kak,
sudah selesai.”
Sambil
kuserahkan naskahku ke kakakku.
Kakakku bengong, “Ya sudah,
tunggu pengumumannya besok lusa ya. Sekarang, ayo buruan berangkat, ntar telat lho!”
Kunaiki boncengan motor kakakku, dengan
segera motor kakakku melesat cepat.
2 hari kemudian
…
“Re!! buruan, nanti ketinggalan pengumuman lho.”
Dengan lari tergopoh-gopoh kutuju aula
sekolah kakakku. Keringatku menetes. Kumasuki pintu aula dan
kucari kursi yang masih kosong. Pembawa acara segera meraih microphone dan mengumumkan
pemenangnya. Aku tak begitu berharap untuk memenangkan kompetisi ini, yang
penting aku sudah mengerjakan dengan maksimal.
“Juara 3 diraih
oleh Sania…” teriak pembawa acara. Seluruh penonton langsung bertepuk
tangan.
“Juara pertama
diraih oleh…” teriak
pembawa acara lalu berhenti sejenak. Keringat dinginku mulai membasahi bajuku.
Tak lama kemudian pembawa acara memanggil namaku. Aku kaget setengah mati,
malah hampir pingsan.
Dengan langkah pelan aku naik ke atas
panggung dengan wajah tak percaya. Wajahku sumringah saat menerima trophy.
Penonton langsung bertepuk tangan, suasana aula menjadi sangat ramai. Tak
sengaja air mataku
tumpah untuk ketiga kalinya, tapi air mata yang terakhir ini
karena terharu. Aku tak menyangka semua ini terjadi, tapi aku percaya setelah
kesulitan pasti ada kemudahan.
Karya : Sabila Rahmawati
Editor : Indah Nur H.
0 komentar:
Post a Comment