SEMANGGI
BERDAUN EMPAT
“When
I see your face, There’s not a thing
that I would change, I’ts cause you’re amazing, just the way you are..”
Lagu ini
berulang kali terngiang di telingaku. Ya, lagu yang dibawakan oleh Bruno Mars
yang berjudul “Just The Way You Are” itu adalah nada telepon hape ku. Aku
sangat menyukai lagu itu. Dulu, sewaktu lagu itu baru dirilis, hampir setiap hari aku mendengarkannya.
“Hallo!”.
Dengan sedikit malas aku mengangkat telepon.
“Upil, udah jam
5 pagi, katanya kamu belum ngerjain PR matematika, buruan kesini!” Suara Rafa di pagi hari memang menyebalkan.
“Hm, iya..”
kataku sembari menutup telepon.
Aku
yang belum ngerjain PR, kok dia yang rewel..
Aku segera
bergegas ke kamar mandi, bersiap-siap berangkat sekolah dan langsung menuju
rumah Rafa. Eh iya, namaku Fara Fatia, sekarang aku kelas 2 SMA. Aku memiliki
sahabat bernama Rafa, jangan berfikir Rafa itu perempuan ya, dia itu laki-laki.
Aku mengenalnya hampir setengah dari hidupku, emm.. sekitar 8 tahun. Memang
tidak terlalu dekat rumah kami, tapi karena Ayah Rafa kenal baik dengan Ayahku,
Aku dan Rafa sudah seperti adik kakak.
Mengenai Rafa
memanggilku “upil” (nama yang sangat nyaring didengar) itu karena sewaktu kami
SD, Aku sangat alergi dengan debu, setiap kali masuk ke dalam pernafasanku aku
jadi sangat terganggu. Jadi, dulu aku suka memencet-mencet hidungku karena
sangat gatal. Rafa mengira aku suka mengupil, dan itulah sebabnya dia memanggilku
begitu. Aku sudah menjelaskan berulang kali tentang kejadian itu, tapi namanya
juga Rafa, bukannya berhenti tapi malah meneruskannya sampai sekarang. Menyebalkkan.
Matematika,
sudah lama dia menjadi musuhku, berulang kali aku mempelajarinya tapi tetap saja
aku sangat payah. Jadi, setiap kali ada PR atau ulangan, Rafa lah satu-satunya
dewaku. Rafa sangat pintar, dia selalu rangking 1 di kelas. Aku mulai
mempertanyakan, bisa-bisanya dia sangat jenius padahal tidak pernah aku
melihatnya membaca dengan tekun seperti temanku yang lainnya.
Aku sudah
berada di depan rumah Rafa, aku mengetok-ngetok pintu rumahnya tapi sama sekali
tak ada jawaban.
“Woy Raf!!” Aku mulai jengkel dan tidak sabaran.
Terdengar
seseorang berjalan mendekat dan membukakan pintu. Aku langsung mengomel tanpa
melihat siapa yang membukanya.
“Lam ..a”.
“Nak Fara, Rafa
nya sudah berangkat barusan.” Kata ibunya Rafa.
“Eh, iya tante,
Fara permisi dulu.”
Apa?
Bisa-bisanya dia berangkat duluan.. aku mengomel
dalam hati.
***
“FARA! Sudah
berapa kali kamu mengulangi kesalahan yang sama, KELUAR!” aku hanya bisa
menunduk saat bu Hindun memarahiku. Sebenarnya dia guru yang sangat sabar, tapi
karena aku yang ndableg, dia sampai mengusirku keluar kelas. PARAH.
Aku bingung mau
kemana disaat jam pelajaran seperti ini. Tidak sengaja aku bertemu dengan Dio,
tetangga kelasku. Kelasnya sedang ada jam kosong, jadi dia pergi berjalan-jalan
dan bertemu denganku.
“Aku Dio, kamu
Fara kan?” katanya, sambil tersenyum. Duh manisnya.
“Iya, kok kamu
tau namaku? “ tanyaku penasaran.
“Kamu kan
terkenal.. “ dia menambah senyum simpul diwajahnya. Serasa terbang saja hatiku
:D.
Kami banyak
mengobrol tentang ini itu, seperti sudah kenal lama. Aku berpisah dengannya
karena harus mengikuti jam pelajaran selanjutnya. Aku senyum-senyum sendiri
sembari memasuki kelas, tidak bertahan lama setelah Rafa
mengacaukannya.
“Fa, aku pengen
ngomong, tadi itu..”
“Ngomong aja
sama tembok! “ kataku ketus, aku malas mendengar alasannya yang mengingatkanku
dipermalukan di depan kelas tadi, aku berlalu dan meninggalkannya.
“FARA!” Rafa
memanggilku, tapi aku sudah pergi meninggalkannya.
***
Sejak hari
dimana aku diusir dari kelas gara-gara tidak mengerjakan PR untuk kesekian
kalinya, aku jadi semakin dekat dengan Dio. Setiap malam dia selalu mengirim
pesan padaku, mulai dari pesan yang penting sampai pesan yang tidak berguna
sama sekali (pesan kosongan).
Dua bulan
setelah itu, aku jadian dengan Dio. Entahlah, bagaimana itu bisa terjadi, aku
juga tidak tahu. Semenjak itu pula Rafa mulai menjauhiku. Aku tidak mengerti,
kenapa dia tidak bahagia melihatku dengan Dio. Mungkinkah dia membenciku?
“Raf, makan yuk! Dio lagi repot banget, jadi gak bisa nganterin aku”
Aku mengirim
pesan untuk Rafa. Tapi tidak dibalas. Menyebalkan.
Apa?
jadi aku ini cadangan nya Dio, aku hanya ada saat Dio gak ada, memangnya aku
ini apa?
Rafa hanya
mengomel dalam hati dan bergegas ke rumahku. Tapi bukannya mengantarku mencari
makanan dia malah mengatakan hal aneh.
“Upil,
baik-baik ya kalau aku gak ada.” Hanya mengatakan itu dan pergi. Apa dia waras?
***
Keesokan
harinya dia benar-benar pergi. Kata
anak-anak dia pindah sekolah karena mengikuti ayahnya yang dinas ke luar kota.
Menurutnya
aku ini apa? gak cerita apapun padaku, lalu pergi
begitu saja, dasar demit..
Aku jadi sangat
kesepian tanpa Rafa, maklum saja sudah hampir setengah hidupku aku habiskan
bersamanya. Parahnya lagi, aku sudah malas bertemu dengan Dio. Terakhir kali
aku salah menyebut namanya, aku memanggilnya Rafa. Dia sangat marah dan
memutuskan hubungan denganku. Apa ini? Aku sangat kacau. Mungkin karena aku
sangat merindukan Rafa.
“Sin, Rafa
kenapa sih gak mau ngubungin aku lagi, dia juga gak
cerita apa-apa kalau dia mau pergi.” Aku meletakkan kepalaku di meja dan
wajahku jadi sangat masam. Sinta adalah teman sebangku ku sejak awal tahun.
“Fa, kamu itu
polos apa gak peka sih? Semua orang disini juga tau kalo Rafa suka sama kamu,
ngeliat kamu sama Dio, gimana bisa dia bertahan disini.” Kata Sinta.
Aku terlonjak
kaget dan langsung berdiri. Rafa menyukaiku? Yang benar saja...
***
Tahun-tahun
berlalu begitu cepat, sudah dua tahun ini aku tidak bertemu dengan Rafa, sampai
sekarang aku belum mengerti kenapa aku sangat merindukannya. Benar kata orang
jawa “Wit ing tresno jalaran soko kulino”. Apapun yang kamu lakukan secara
terus-menerus secara tidak langsung akan menjadi sebuah kebiasaan.
Hari ini hari
pertamaku masuk kuliah. Senangnya.. setelah berkutat di SMA itu selama tiga
tahun akhirnya aku lulus juga. Aku berjalan sambil melihat-lihat pemandangan
sekitar kampus. Mungkin ini akan menjadi rumah keduaku yang nyaman.
“UPIILL!!!”
Seseorang
berteriak memanggilku dan sontak membuat semua mahasiswa beralih memandangiku.
Rafa? Setelah
lama tidak bertemu, pertemuan pertama ini dia malah mempermalukanku,
menyebalkan sekali. Aku bergegas menutup wajahku dari orang-orang dan segera
berlari ke tempat lain.
“Apa kabar
Upil?” seperti biasa dia selalu menggodaku.
“Raf? Kamu
jahat banget sih.. sejak kapan?”
“Apa?”
“Kamu
menyukaiku..”
Rafa terdiam
sesaat dan mulai menatapku lekat-lekat menandakan dia sedang serius.
“Sejak kamu
dalam kandungan, hahaha..”
Dasar
demit, aku serius nanya dia malah bercanda...
Tiba-tiba saja
ada daun semanggi berdaun empat terbang ke arah barat, tak sengaja aku
melihatnya saat sedang mengobrol dengan Rafa. Ada rumor yang mengatakan jika
seseorang melihat atau menemukan semanggi berdaun empat, semua harapan atau
keinginannya akan terwujud. Tapi entahlah benar atau tidak.
“Raf! Liat, ada
semanggi berdaun empat..”
“Kenapa emang?”
“Menurut film
yang aku tonton, kalau orang menemukan semanggi berdaun empat, semua
keinginanya akan terwujud..”
“Kebanyakan
nonton sinetron sih, hahaha..”
“Coba deh, buat
keinginan, apa keinginan kamu?”
“Aku pengen,
cita-citaku menjadi dokter terwujud, kalo kamu, Pil?”
Aku terdiam sejenak
dan menghirup nafas dalam-dalam.
“Aku ingin...”
“Apa?”
“AKU INGIN RAFA
MENYUKAIKU LAGI.” Tersungging senyum yang tulus dari bibirku. Angin bertiup
kencang seakan-akan memberi jawaban akan hatiku.
TAMAT
Karya : Amaliah Nur Laili (XI-IPA 2)
Editor : Muhammadurrocky (XI-IPA 1)
0 komentar:
Post a Comment